Jakarta, mediahukumnews.com – Di tengah ruang digital yang makin gaduh oleh opini publik, Mahkamah Konstitusi (MK) membuat langkah berani dengan ‘mencabut hak lembaga pemerintah dan korporasi untuk menggugat pencemaran nama baik’. Putusan bernomor 105/PUU-XXII/2024 ini menandai perubahan arah hukum Indonesia, dari negara yang sering “alergi kritik” menuju tatanan yang lebih terbuka terhadap suara rakyat. Dalam satu ketukan palu, MK menegaskan bahwa hukum tidak boleh menjadi tameng bagi kekuasaan, tetapi pelindung bagi kebebasan berbicara[^1].
Selama ini, pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE ibarat jaring halus yang siap menangkap siapa pun yang bersuara keras. Kritik kepada pejabat bisa berubah menjadi jerat hukum hanya karena dianggap “menyerang kehormatan lembaga”. MK dalam pertimbangannya, menyebut bahwa “kritik terhadap lembaga publik merupakan bagian dari pengawasan terhadap penyelenggaraan negara”[^2]. Artinya, negara tak boleh tersinggung oleh kata-kata. Justru dari suara publik, sistem pemerintahan bisa bercermin dan memperbaiki diri.

Namun putusan ini tak lepas dari perdebatan. Sebagian pakar hukum mengingatkan bahwa kebebasan tanpa batas bisa memicu gelombang fitnah dan disinformasi terhadap institusi negara. Mereka menilai perlindungan terhadap reputasi lembaga masih bisa dilakukan lewat mekanisme etik atau hukum perdata, tanpa harus mengkriminalkan warga. MK pun menegaskan, individu pejabat publik tetap berhak menggugat sebagai pribadi, selama tidak menggunakan kekuasaan institusional sebagai senjata hukum. Dengan begitu, keseimbangan antara hak berekspresi dan tanggung jawab sosial tetap terjaga.
Di atas segalanya, keputusan ini bukan sekadar perubahan norma, melainkan pernyataan moral dari lembaga yudikatif tertinggi, bahwa demokrasi hanya tumbuh bila rakyat berani bersuara. Negara boleh kuat, tapi tidak kebal kritik. Dan bagi rakyat, keberanian berbicara kini bukan lagi ancaman hukum, melainkan bagian dari hak konstitusional yang diakui secara resmi oleh MK. ***
Catatan Kaki
[^1]: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan Nomor 105/PUU-XXII/2024 tentang Pengujian Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, diundangkan 30 September 2024, halaman 4–10.
Sumber: https://www.mkri.id
[^2]: Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024.