Jakarta, mediahukumnews.com – Bank Indonesia (BI) bergerak semakin dekat mewujudkan mata uang digital nasional. Melalui Project Garuda, BI tengah menyiapkan Rupiah Digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC) sebagai alat pembayaran sah di masa depan.
Dalam dokumen white paper yang dirilis sejak 2022, BI memetakan tiga tahap besar: wholesale CBDC (wCBDC) untuk lembaga keuangan, integrasi digital sekuritas, dan retail CBDC bagi masyarakat umum. Tahap pertama, yakni uji coba wCBDC berbasis teknologi distributed ledger (DLT), telah rampung dan dinilai sukses secara teknis.

Deputi Gubernur BI menegaskan, rupiah digital bukan sekadar inovasi, melainkan ‘infrastruktur moneter baru’ yang akan memperkuat sistem pembayaran nasional, menekan biaya distribusi uang fisik, dan memperluas inklusi keuangan. Dengan teknologi tokenisasi dan interoperabilitas, rupiah digital diharapkan mampu terhubung langsung dengan ekosistem seperti QRIS dan BI-FAST.
Namun, jalan menuju penerapan massal masih panjang. Tantangan besar meliputi regulasi privasi data, keamanan siber, serta potensi gangguan terhadap likuiditas perbankan tradisional. Para ekonom memperingatkan, tanpa tata kelola yang tepat, rupiah digital bisa menggeser simpanan publik dari bank komersial ke rekening digital BI.
Meski begitu, langkah BI menempatkan Indonesia di jalur yang sama dengan negara-negara seperti Tiongkok dan Uni Eropa yang telah lebih dulu menguji CBDC. Jika berhasil, rupiah digital bukan hanya simbol modernisasi, tapi juga strategi geopolitik ekonomi yaitu memperkuat kedaulatan moneter Indonesia di tengah dominasi dolar digital global. ***

















