Tak Lagi Konfrontatif, Momentum Naiknya Kepercayaan Publik terhadap Pemerintahan Prabowo

Jakarta-mediahukumnews.com, Survei terbaru menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap Presiden Prabowo Subianto mencapai 83 persen. Angka tertinggi sejak awal masa pemerintahannya. Lompatan ini menandai fase baru dalam dinamika politik nasional dimana masyarakat tampak mulai merasakan hasil konkret dari kebijakan pemerintahan yang selama ini dijanjikan. Di tengah polarisasi pasca-pemilu, lonjakan kepercayaan ini bukan sekadar angka statistik. Hal ini menjadi simbol bahwa persepsi publik terhadap kekuasaan mulai mengalami rekonsiliasi.

Momentum naiknya kepercayaan publik terhadap pemerintahan Prabowo (disain ilustrasi: mediahukumnews.com) 

Salah satu kunci keberhasilan lonjakan kepercayaan ini adalah, konsistensi komunikasi publik dan arah kebijakan yang lebih menyentuh kebutuhan rakyat. Figur Prabowo tampil aktif dalam berbagai forum. Mulai dari diplomasi luar negeri hingga peresmian infrastruktur desa. Pemerintah juga dinilai lebih ‘hadir’ dalam krisis ekonomi maupun bencana sosial, sehingga menciptakan kesan empati yang kuat di tengah masyarakat.

Dengan dukungan media dan manajemen pesan yang rapi, kepemimpinan Prabowo kini dipersepsikan tidak lagi konfrontatif. Melainkan koersif dan inklusif, dua kata kunci yang jarang menyatu dalam politik Indonesia.

Namun, kepercayaan tinggi adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memperkuat legitimasi pemerintahan, namun di sisi lain, menciptakan ekspektasi besar yang sulit dipenuhi jika tidak diimbangi dengan hasil nyata. Publik kini menuntut transparansi dalam kebijakan ekonomi, penegakan hukum tanpa tebang pilih, serta keberlanjutan proyek sosial yang menjangkau kelas bawah. Isu-isu sensitif seperti korupsi dan sentralisasi kekuasaan tetap menjadi indikator utama apakah kepercayaan itu akan bertahan, atau justru terkikis oleh realitas.

Dengan legitimasi di atas 80 persen, Prabowo dan kabinetnya berada pada puncak momentum politik yang langka. Namun, tantangan terbesar justru terletak pada bagaimana kepercayaan itu digunakan. Apakah untuk memperkuat institusi demokrasi, atau sekadar mempertebal citra kekuasaan. Dalam konteks sejarah, kepercayaan publik yang tinggi bukan akhir dari perjalanan, melainkan awal dari ujian kedewasaan bangsa dalam mengelola harapan. Dan seperti biasa, rakyat akan menilai bukan dari janji, melainkan dari keberanian pemimpinnya menepati kata. ***‌