Insentif PPN Properti Diperpanjang hingga 2027, Strategi Dorong Ekonomi atau Resiko Fiskal Baru

Ilustrasi suasana perumahan (freepik.com)

Jakarta, mediahukumnews.com – Pemerintah Indonesia resmi memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk pembelian properti hingga akhir tahun 2027. Kebijakan ini memberi keringanan besar bagi pembeli rumah pertama, di mana pemerintah menanggung PPN hingga 2 miliar rupiah, dari nilai properti maksimal 5 miliar rupiah, dengan angka PPN 11 persen untuk rumah non mewah dan 12 persen untuk rumah mewah. Langkah ini disebut sebagai bagian dari strategi menjaga momentum pertumbuhan sektor perumahan dan industri turunannya.

Meski disambut positif oleh pengembang dan calon pembeli rumah, kebijakan ini menimbulkan pertanyaan baru soal keberlanjutan fiskal negara. Dengan defisit anggaran yang masih berada di kisaran 2,5 persen terhadap PDB, sejumlah ekonom menilai perlu ada kajian mendalam atas potensi kehilangan penerimaan pajak jangka panjang. Menurut analis ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, perlu ditimbang antara dorongan ekonomi jangka pendek dengan resiko fiskal yang melebar.

Ilustrasi suasana perumahan (freepik.com)

Sektor properti memang menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi domestik. Data Kementerian PUPR menunjukkan, setiap 1 persen peningkatan penjualan rumah dapat mendorong 0,2 persen kenaikan permintaan di sektor bahan bangunan, tenaga kerja, dan logistik. Namun, di tengah ancaman perlambatan global dan ketidakpastian investasi, kebijakan ini juga bisa menjadi bentuk intervensi fiskal untuk menjaga optimisme publik.

Pertanyaannya kini, apakah perpanjangan diskon pajak ini mampu benar-benar mendorong daya beli masyarakat, atau justru hanya menguntungkan segmen menengah atas? Pemerintah mengklaim kebijakan ini akan dikawal agar tetap tepat sasaran, namun publik menanti pembuktian nyata di lapangan. ***