Jakarta, mediahukumnews.com – Pasar saham Indonesia tampak memasuki fase yang cukup menarik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat ini sudah berada di kisaran 8.400-an poin pada pertengahan November 2025.

Menurut laporan, institusi besar seperti Citigroup memproyeksikan adanya potensi kenaikan sebesar 10 persen lebih sebagai rekor tertinggi pada 2026. Sementara itu, pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5,33 persen di 2026 jika belanja fiskal dipercepat.
Dua fakta kunci yang memperkuat narasi bullish ini, pertama adalah komitmen pemerintah untuk ‘memompa’ likuiditas 200 triliun rupiah sebagai stimulus ekonomi seperti yang telah dinyatakan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Kedua, transaksi harian pasar modal Indonesia mencatat angka yang semakin tinggi. Nilai transaksi harian pernah menyentuh 25,06 triliun rupiah pada periode terkini.
Kondisi ini menunjukkan kemunculan sentimen positif yang bisa mendorong pasar ke atas, yang namun juga bukan berarti tanpa risiko.
Di balik optimisme tersebut, terdapat beberapa indikasi ancaman yang perlu diperhatikan. Nilai tukar rupiah saat ini melemah ke sekitar IDR 16.724 per USD yang kemudian memicu kerentanan IHSG terhadap tekanan eksternal. Selain itu, meskipun proyeksi pertumbuhan bagus, pertanyaan besar tetap ada, apakah lonjakan ini akan didukung oleh fundamental (seperti peningkatan laba perusahaan, arus masuk modal asing, dan stabilitas fiskal), atau hanya oleh euforia sementara? Apalagi, meski target pertumbuhan ekonomi 5,33 persen untuk tahun 2026 terkesan realistis, pemerintah masih membidik 8 persen target jangka panjang yang masih jauh dari jangkauan.
Bagi investor atau pembaca yang tertarik pada pasar saham Indonesia, berikut beberapa refleksi yang dapat digunakan.
Strategi diversifikasi, dengan potensi upside di pasar, bukan berarti semua sektor akan bergerak sama. Sektor finansial, konsumer, dan mungkin infrastruktur bisa menjadi tumpuan.
Hati-hati terhadap risiko eksternal. Pelemahan rupiah dan pergerakan pasar global (seperti kebijakan suku bunga AS) tetap bisa menjadi pemicu ‘reverse’ bagi IHSG.
Berikutnya pantau aliran dana asing & likuiditas. Pemerintah sudah mengambil langkah stimulus, namun arus modal asing tetap menjadi tanda tanya besar bagi keberlanjutan kenaikan.
Jangan hanya terpukau pada angka lebih dari 10 persen. Kenaikan proyeksi akan bagus sebagai headline, namun realisasi perusahaan dan ekonomi harus tetap dipantau.
Singkatnya, Indonesia tengah berada pada simpul dimana potensi pasar saham cukup besar. Potensi ini didorong oleh stimulus fiskal, proyeksi ekonomi membaik, dan arus transaksi yang meningkat, tetapi juga penuh ketidakpastian yang klasik, apakah kenaikan tersebut akan berkelanjutan? ***

















