Jakarta, mediahukumnews.com – Ketika perang dagang antara Amerika Serikat dan China kembali memanas, banyak analis yang memperkirakan perdagangan global akan terpuruk. Namun, data terbaru dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) justru menunjukkan kebalikannya. Sektor teknologi tinggi seperti kecerdasan buatan (AI) dan semikonduktor menjadi motor baru yang menggerakkan arus barang internasional.

WTO mencatat proyeksi pertumbuhan perdagangan global tahun 2025 direvisi naik, didorong oleh lonjakan ekspor komponen elektronik, chip, dan perangkat berbasis AI. Lonjakan ini menunjukkan bahwa ekonomi digital telah melampaui batas-batas geopolitik. Negara-negara seperti Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang menjadi pemain kunci, sementara Amerika dan Eropa memperkuat rantai pasoknya agar tidak sepenuhnya bergantung pada Tiongkok. Fenomena ini menandai era baru, di mana ‘perang dagang’ justru melahirkan strategi perdagangan cerdas berbasis inovasi.
Bagi Indonesia, tren ini seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi, peluang investasi di sektor semikonduktor dan teknologi ramah AI terbuka lebar, apalagi dengan potensi sumber daya dan tenaga kerja yang kompetitif. Namun di sisi lain, ketergantungan terhadap impor bahan baku dan peralatan teknologi tinggi, bisa menjadi batu sandungan. Tantangan bagi pemerintah adalah bagaimana mendorong industri hulu teknologi, dari pendidikan vokasi hingga insentif riset, agar tidak sekadar menjadi pasar bagi produk luar negeri.
Di tengah ketidakpastian global, arah kebijakan ekonomi Indonesia perlu berani menatap masa depan berbasis teknologi. Momentum digitalisasi dan AI bukan hanya tren, melainkan kebutuhan struktural ekonomi modern. Jika berhasil memposisikan diri dalam rantai nilai teknologi global, Indonesia tidak akan hanya menjadi penonton dalam babak baru perdagangan dunia, tetapi bisa menjadi salah satu pemain yang menulis ulang peta ekonomi abad 21. ***