Hukum  

Ruang Digital Jadi Medan Baru HAM Global, Ketika Kebebasan Diuji oleh Algoritma

Inisiatif baru ICJ dan DIHR membuka babak penting hukum internasional dalam melindungi hak asasi manusia di ruang digital, dari kebebasan berekspresi hingga hak privasi yang kini diuji oleh algoritma

Jakarta, mediahukumnews.com – Gelombang baru perdebatan hak asasi manusia kini bergerak ke ruang digital. International Commission of Jurists (ICJ) bersama Danish Institute for Human Rights (DIHR) meluncurkan inisiatif global bertajuk Digital Democracy Initiative, sebuah proyek internasional untuk merumuskan prinsip hukum yang mengatur hak asasi manusia di dunia daring. Program ini menjadi langkah penting mengingat ekspresi, identitas, hingga kebebasan berekspresi kini beroperasi di ekosistem digital yang dikontrol oleh algoritma dan kebijakan korporasi global.

Ruang Digital Global, bagaimana hukum internasional mengatur dan melindungi privasi HAM di ruang digital (Dok. Pixabay)

ICJ menilai, ruang digital tidak bisa lagi dipandang sebagai wilayah netral. Platform media sosial, kecerdasan buatan, dan sistem pengawasan data telah menciptakan bentuk kekuasaan baru yang sering kali berada di luar jangkauan hukum nasional. Banyak negara, termasuk di Asia Tenggara, belum memiliki kerangka hukum yang mampu menyeimbangkan antara perlindungan data, privasi individu, dan hak publik untuk tahu. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran bahwa ketika algoritma dapat menentukan apa yang ‘layak’ dibaca publik, di situlah demokrasi perlahan bergeser dari rakyat ke mesin.

Dalam konteks hukum internasional, proyek ini menjadi tonggak penting. Ia berupaya menanamkan prinsip due process, transparency, dan accountability dalam kebijakan digital global. Termasuk, bagaimana negara wajib melindungi warga dari penyalahgunaan teknologi oleh entitas swasta. ICJ juga menyoroti ancaman terhadap jurnalis, aktivis, dan kelompok rentan yang kerap menjadi korban digital harassment atau surveillance abuse tanpa perlindungan hukum memadai.

Refleksinya jelas, hukum harus mengejar realitas teknologi. Dunia sedang memasuki fase di mana hak asasi tidak lagi hanya dibatasi oleh tembok negara, tetapi oleh kode dan data. Bagi Indonesia dan negara berkembang lainnya, inisiatif ini menjadi alarm bahwa kebijakan digital tidak bisa hanya berbasis keamanan siber, tetapi harus menempatkan manusia sebagai pusatnya. Karena di era digital, kebebasan berekspresi dan hak privasi bukan sekadar isu teknologi, melainkan soal kemanusiaan itu sendiri. ***