Jakarta, mediahukumnews.com – Revisi Undang-Undang P2SK membuka peluang baru bagi aset kripto untuk melampaui fungsinya sebagai instrumen investasi dan bertransformasi menjadi bagian dari sistem pembayaran nasional. Dalam pembahasan di Komisi XI DPR, sejumlah pasal terkait inovasi sistem keuangan memberi ruang, agar aset digital (termasuk kripto) dapat dimanfaatkan dalam mekanisme pembayaran, dengan pembagian kewenangan: Bank Indonesia sebagai pengatur sistem pembayaran dan OJK sebagai pengawas bursa serta infrastruktur blockchain. Di saat yang sama, negara juga mendorong kehadiran rupiah digital sebagai bentuk resmi mata uang untuk era ekonomi digital.

Industri kripto menyambut positif arah ini karena menjadi peluang besar untuk memperluas adopsi, meningkatkan penerimaan pajak, dan memperkuat ekosistem aset digital di Indonesia. Pelaku industri menilai, regulasi yang lebih jelas lewat revisi P2SK dapat menghilangkan ketidakpastian, meningkatkan kepercayaan, dan membuka ruang penggunaan kripto secara lebih luas. Baik sebagai sarana pembayaran tertentu, maupun instrumen pendukung transaksi digital. Dengan pengawasan aset kripto yang sudah resmi dipindahkan ke OJK dan BI sejak 2025, fondasi kelembagaannya semakin terstruktur.
Namun, potensi tersebut, disertai risiko besar yang tidak bisa diabaikan. Volatilitas harga kripto dapat mengganggu stabilitas moneter jika diadopsi sebagai alat bayar tanpa batasan yang ketat. Draf P2SK juga memuat aturan yang berpotensi memusatkan kekuatan pada bursa besar dan menekan pelaku kecil, sementara isu perlindungan konsumen, literasi digital, dan keamanan transaksi masih menjadi tantangan utama. Kritik juga muncul mengenai minimnya transparansi diskusi regulasi yang dinilai perlu dibuka lebih luas untuk publik dan pelaku industri.
Jika revisi P2SK berhasil dirumuskan secara seimbang, Indonesia berpeluang menjadi salah satu negara dengan ekosistem kripto paling progresif di Asia. Skenario idealnya adalah regulasi cukup ketat untuk menjaga stabilitas dan keamanan, namun cukup fleksibel untuk mendorong inovasi. Tanpa keseimbangan itu, adopsi kripto sebagai alat pembayaran justru berisiko stagnan atau memicu eksodus pelaku ke platform luar negeri. Untuk saat ini, masa depan kripto sebagai alat bayar berada di tangan DPR, BI, dan OJK. Serta, sejauh mana mereka mampu merumuskan aturan yang visioner namun tetap aman bagi publik. ***


















