Jakarta, mediahukumnews.com – Kebijakan fiskal Indonesia memasuki babak baru sejak Purbaya Yudhi Sadewa mengambil alih kursi Menteri Keuangan. Dalam beberapa bulan terakhir, ia menggerakkan langkah berani dengan mengalihkan sekitar 200 triliun rupiah dana negara yang mengendap ke bank-bank BUMN demi memperkuat likuiditas sistem keuangan. Dampaknya langsung terasa pada pertumbuhan uang beredar yang meningkat 13,2 persen secara tahunan. Sebuah sinyal bahwa Purbaya menginginkan uang negara ‘bekerja’ lebih cepat ke sektor produktif dibanding sekadar parkir di bank sentral.

Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu RI (Dok. CNN Indonesia)Di balik dorongan agresif itu, Purbaya menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa terdongkrak hingga enam persen berkat injeksi likuiditas besar ini. Ia menegaskan, bahwa sebagian besar dana telah disalurkan melalui lima bank negara yaitu Mandiri, BRI, BNI, BTN, dan BSI. Efek riil di lapangan, diperkirakan mulai terasa dalam sekitar empat bulan. Optimisme ini menarik, namun juga memunculkan pertanyaan, apakah stimulus besar ini mampu mendorong kredit produktif secara tepat sasaran tanpa menimbulkan risiko over-leverage di tengah kondisi ekonomi global yang masih rapuh?
Di sisi lain, Purbaya juga menyoroti persoalan klasik yaitu lambatnya eksekusi anggaran pemerintah daerah. Ia memperingatkan bahwa lebih dari 254 triliun rupiah dana daerah, justru mengendap begitu lama di rekening pemerintah lokal, menghambat perputaran ekonomi nasional. Menurutnya, masalah bukan kekurangan anggaran, melainkan kegagalan birokrasi daerah dalam mengeksekusi program. Pernyataan ini menegaskan bahwa strategi fiskal pusat tidak akan efektif jika tidak diikuti percepatan belanja daerah. Sebuah kritik struktural yang jarang disampaikan sekeras ini oleh Menkeu sebelumnya.
Manuver fiskal Purbaya juga menunjukkan garis politik yang semakin jelas. Negara memperkuat bank BUMN sebagai tulang punggung penyaluran kredit, sementara bank swasta besar seperti BCA tidak akan mendapat injeksi likuiditas. Purbaya bahkan menyebut, ‘BCA sudah kaya,’ sebuah kalimat yang menggambarkan keberpihakan kebijakan pada lembaga milik negara dan membuatnya tampak seperti teknokrat yang siap mengguncang status quo. Gaya blak-blakan ini, ditambah langkah fiskal yang agresif, membuat Purbaya tidak hanya tampil sebagai pengendali anggaran, tetapi figur politik baru yang mulai membentuk ulang hubungan antara negara, perbankan, dan daerah. ***


















